Selasa, 08 Maret 2011

Permendagri No. 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Permendagri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah


PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 59 TAHUN 2007
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13
TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

 
MENTERI DALAM NEGERI,

 
Menimbang : a. Bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun
2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah, perlu dilakukan penyempurnaan pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan urusan dan organisasi perangkat daerah;
b.     Bahwa dalam rangka memenuhi aspirasi daerah dan permasalahan teknis
dalam
pengelolaan keuangan daerah perlu dilakukan penyempurnaan terhadap Peraturan
Menteri
Dalam
Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
c.     bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri
Dalam
Negeri
tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri
Dalam
Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
Mengingat : 1.     Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah     (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan     Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah     diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan     Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005     tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang     Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara     Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara     Republik Indonesia nomor 4548);
2.    Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
3.    Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4416) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
2007
tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran. Negara Republik Indonesia Tahun
2007
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4712);
4.    Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
5.    Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
6.    Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun
2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007
Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
7.    Keputusan Presiden Nomor 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2003;
8.    Keputusan Menteri
Dalam
Negeri
Nomor 130 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam
Negeri;
9.    Peraturan
Menteri
Dalam
Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.

 
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :     PERATURAN
MENTERI
DALAM
NEGERI
TENTANG PERUBAHAN     ATAS PERATURAN
MENTERI
DALAM
NEGERI
NOMOR 13     TAHUN 2006 TENTANG
PEDOMAN
PENGELOLAAN KEUANGAN     DAERAH.

 
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam
Peraturan
Menteri
Dalam
Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah diubah sebagai berikut:
  1. Ketentuan Pasal 1 angka 33 dihapus.
  2. Diantara ketentuan Pasal 1 angka 34 dan angka 35 disisipkan angka 34a yang berbunyi sebagai berikut :
    34a.     Rencana Kerja dan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat RKA-PPKD adalah rencana kerja dan anggaran badan/dinas/biro keuangan/bagian keuangan selaku Bendahara Umum Daerah.
  3. Diantara ketentuan Pasal 1 angka 61 dan angka 62 disisipkan angka 61a yang berbunyi sebagai berikut:
    61a.     Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat DPA-PPKD adalah dokumen pelaksanaan anggaran badan/dinas/biro keuangan/bagian keuangan selaku Bendahara Umum Daerah.
  4. Ketentuan Pasal 11 ayat (2) diubah, dan diantara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat baru, yakni ayat (3a) sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut:

 
Pasal 11
  1. Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang
    dalam melaksanakan tugas-tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada kepala unit kerja pada SKPD selaku kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang.
  2. Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana tersebut pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi, rentang kendali, dan/atau pertimbangan objektif lainnya.
  3. Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala daerah atas usul kepala SKPD.
    (3a)     Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
    1.     melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;
    2. melaksanakan anggaran unit kerja yang dipimpinnya;
    3.     melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
    4. mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan;
    5.     menandatangani SPM-LS dan SPM-TU;
    6.     mengawasi pelaksanaan anggaran unit kerja yang dipimpinnya; dan
    7. melaksanakan tugas-tugas kuasa pengguna anggaran lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh pejabat pengguna anggaran.
    (4)     Kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada pengguna anggaran/pengguna barang.
  1. Ketentuan Pasal 14 ayat (4) diubah sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:
    Pasal 14
    1. Kepala daerah atas usul PPKD menetapkan bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pada SKPD.
    2. Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat fungsional.
    3. Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran baik secara langsung maupun tidak langsung dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan, serta membuka rekening/giro pos atau menyimpan uang pada suatu bank atau lembaga keuangan Iainnya atas nama pribadi.
    4. Dalam hal PA melimpahkan sebagian kewenangannya kepada KPA, kepala daerah menetapkan bendahara penerimaan pembantu dan bendahara pengeluaran pembantu pada unit kerja terkait.
    5. Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran secara fungsional bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada PPKD selaku BUD.
  2. Ketentuan Pasal 26 ayat (4) huruf a diubah, huruf n dihapus dan menambah 1 huruf yakni huruf o, sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai berikut:
    Pasal 26
    (1)     Kelompok pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas:
    a. pajak daerah;
    b. retribusi daerah;
    c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
    d. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
    (2)    Jenis pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
    (3)     Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:
    a.     bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
    daerah/BUMD;
    b.     bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN; dan
    c.     bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.
    (4)     Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang antara lain:
    a.     hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau angsuran/cicilan;
    b.     jasa giro;
    c.     pendapatan bunga;
    d.     penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah;
    e.     penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah;
    f.     penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;
    g.     pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;
    h.     pendapatan denda pajak;
    i.     pendapatan denda retribusi;
    j.     pendapatan hasil eksekusi atas jaminan;
    k.     pendapatan dari pengembalian;
    l.     fasilitas sosial dan fasilitas umum;
    m. pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan;
    n.     dihapus; dan
    o.     pendapatan dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
  3. Ketentuan Pasal 32 ayat (2) dan ayat (3) diubah sehingga Pasal 32 berbunyi sebagai berikut:
    Pasal 32
    1. Klasifikasi belanja menurut urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) terdiri atas belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan.
    2. Klasifikasi belanja menurut urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
      a.     pendidikan;
      b.     kesehatan;
      c.     pekerjaan umum;
      d.     perumahan rakyat;
      e.     penataan ruang;
      f.     perencanaan pembangunan;
      g.     perhubungan;
      h.     lingkungan hidup;
      i.     pertanahan;
      j.     kependudukan dan catatan sipil;
      k.     pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
      l.     keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
      m. sosial;
      n.     ketenagakerjaan;
      o.     koperasi dan usaha kecil dan menengah;
      p.     penanaman modal;
      q.     kebudayaan;
      r.     kepemudaan dan olah raga;
      s.     kesatuan bangsa dan politik dalam
      negeri;
      t.     otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian dan persandian;
      u.     ketahanan pangan;
      v.     pemberdayaan masyarakat dan desa;
      w. statistik;
      x.     kearsipan;
      y.     komunikasi dan informatika;dan
      z.     perpustakaan.
      (3)     Klasifikasi belanja menurut urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
      a.     pertanian;
      b.     kehutanan;
      c.     energi dan sumber daya mineral;
      d.     pariwisata;
      e.     kelautan dan perikanan;
      f.     perdagangan;
      g.     industri; dan
      h.     ketransmigrasian.
      (4)     Belanja menurut urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan yang diklasifikasikan menurut urusan wajib dan urusan pilihan.
  4. Ketentuan Pasal 39 diantara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat baru yakni ayat (1a), dan diantara ayat (7) dan ayat (8) disisipkan 1 (satu) ayat baru yakni ayat (7a), serta ayat (2), ayat (7) dan ayat (8) diubah, sehingga Pasal 39 berbunyi sebagai berikut:
    Pasal 39
    (1)     Pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (1a)    Persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada pembahasan KUA.
    (2)     Tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam rangka peningkatan kesejahteraan pegawai berdasarkan beban kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi, prestasi kerja, dan/atau pertimbangan objektif lainnya.
    (3)     Tambahan penghasilan berdasarkan beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dibebani pekerjaan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dinilai melampaui beban kerja normal.
    (4)     Tambahan penghasilan berdasarkan tempat bertugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dalam melaksanakan tugasnya berada di daerah memiliki tingkat kesulitan tinggi dan daerah terpencil.
    (5)     Tambahan penghasilan berdasarkan kondisi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dalam melaksanakan tugasnya berada pada lingkungan kerja yang memiliki resiko tinggi.
    (6)     Tambahan penghasilan berdasarkan kelangkaan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dalam mengemban tugas memiliki ketrampilan khusus dan langka.
    (7)     Tambahan penghasilan berdasarkan prestasi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada pegawai negeri sipil yang memiliki prestasi kerja yang tinggi dan/atau inovasi.
    (7a)     Tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan objektif lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam rangka peningkatan kesejahteraan umum pegawai, seperti pemberian uang makan.
    (8)     Kriteria pemberian tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
  5. Ketentuan Pasal 42 ayat (1) diubah, dan ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dihapus serta diantara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 1 (satu) ayat baru yakni ayat (4a) sehingga Pasal 42 berbunyi sebagai berikut:
    Pasal 42
    (1)     Belanja hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf d digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatanyang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya.
    (2)     Dihapus.

 
(3)     Dihapus.
(4)     Dihapus.
(4a)     Belanja hibah diberikan secara selektif dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah, rasionalitas dan ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
(5)     Pemberian hibah dalam bentuk uang atau dalam bentuk barang atau jasa dapat diberikan kepada pemerintah daerah tertentu sepanjang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan.
  1. Ketentuan Pasal 43 ayat (4) diubah dan ditambahkan 1 (satu) ayat baru yakni ayat (5), sehingga Pasal 43 berbunyi sebagai berikut:
    Pasal 43
    1. Hibah kepada pemerintah bertujuan untuk menunjang peningkatan penyelenggaraan fungsi pemerintahan di daerah.
    2. Hibah kepada perusahaan daerah bertujuan untuk menunjang peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
    3. Hibah kepada pemerintah daerah Iainnya bertujuan untuk menunjang peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan layanan dasar umum.
    4. Hibah kepada masyarakat dan organisasi kemasyarakatan bertujuan untuk meningkatkan partisipasi penyelenggaraan pembangunan daerah atau secara fungsional terkait dengan dukungan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
    5. Belanja hibah kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan pemerintah daerah kepada Menteri
      Dalam
      Negeri dan Menteri Keuangan setiap akhir tahun anggaran.
  2. Ketentuan Pasal 44 ayat (1) diubah, dan ayat (2) dihapus serta ditambah 2 (dua) ayat baru yakni ayat (3) dan ayat (4), sehingga Pasal 44 berbunyi sebagai berikut:
    Pasal 44
    1. Belanja hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 bersifat bantuan yang tidak mengikat/tidak secara terus menerus dan tidak wajib serta harus digunakan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam naskah perjanjian hibah daerah.
    2. Dihapus.
    3. Hibah yang diberikan secara tidak mengikat/tidak secara terus menerus diartikan bahwa pemberian hibah tersebut ada batas akhirnya tergantung pada kemampuan keuangan daerah dan kebutuhan atas kegiatan tersebut dalam menunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah.
    4. Naskah perjanjian hibah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat identitas penerima hibah, tujuan pemberian hibah, jumlah uang yang dihibahkan.
  3. Ketentuan Pasal 45 ayat (1), ayat (2) dan ayat (4) diubah, dan disisipkan 1 (satu) ayat baru diantara ayat (2) dan ayat (3) yakni ayat (2a) serta ayat (3) dihapus, sehingga Pasal 45 berbunyi sebagai berikut:
    Pasal 45
    1. Belanja bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf e digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan yang bersifat sosial kemasyarakatan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada kelompok/anggota masyarakat, dan partai politik.
    2. Bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara selektif, tidak terus menerus/tidak mengikat serta memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dan ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
      (2a)     Bantuan sosial yang diberikan secara tidak terus menerus/tidak mengikat diartikan bahwa pemberian bantuan tersebut tidak wajib dan tidak harus diberikan setiap tahun anggaran.
    3. Dihapus.
    4. Khusus kepada partai politik, bantuan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dianggarkan dalam bantuan sosial.
13. Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga Pasal 52 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 52
(1) Belanja barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
50 huruf b digunakan untuk menganggarkan pengadaan
barang dan jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12
(duabelas) bulan dalam melaksanakan program dan
kegiatan pemerintahan daerah.
(2) Belanja barang/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa belanja barang pakai habis, bahan/material,
jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan
bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/
gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat,

 
10
sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan
minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja,
pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas,
perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai,
pemeliharaan, jasa konsultansi, dan lain-lain pengadaan
barang/jasa, dan belanja lainnya yang sejenis.
14. Ketentuan Pasal 53 ayat (1) dan ayat (2) diubah dan ayat (3)
dihapus, serta ditambah 1 (satu) ayat yakni ayat (4), sehingga
Pasal 53 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 53
(1) Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
huruf c digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan
dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang
mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan
untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan.
(2) Nilai aset tetap berwujud sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang dianggarkan dalam belanja modal sebesar
harga beli/bangun aset ditambah seluruh belanja yang
terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai
aset tersebut siap digunakan.
(3) Dihapus.
(4) Kepala daerah menetapkan batas minimal kapitalisasi
(capitalization threshold) sebagai dasar pembebanan
belanja modal.
15. Ketentuan Pasal 70 diubah sehingga Pasal 70 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 70
Investasi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 60 ayat (2) huruf b digunakan untuk mengelola
kekayaan pemerintah daerah yang diinvestasikan baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang.
16. Ketentuan Pasal 71 ayat (7) diubah, sehingga Pasal 71
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 71
(1) Investasi jangka pendek merupakan investasi yang dapat
segera diperjualbelikan/dicairkan, ditujukan dalam rangka
manajemen kas dan beresiko rendah serta dimiliki
selama kurang dari 12 (duabelas) bulan.
(2) Investasi jangka pendek sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mencakup deposito berjangka waktu 3 (tiga)
bulan sampai dengan 12 (duabelas) bulan yang dapat
diperpanjang secara otomatis, pembelian Surat Utang
Negara (SUN), Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat
Perbendaharaan Negara (SPN).

 
11
(3) Investasi jangka panjang digunakan untuk menampung
penganggaran investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki
lebih dari 12 (duabelas) bulan yang terdiri dari investasi
permanen dan non-permanen.
(4) Investasi jangka panjang sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) antara lain surat berharga yang dibeli pemerintah
daerah
dalam rangka mengendalikan suatu badan usaha,
misalnya pembelian surat berharga untuk menambah
kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha, surat
berharga yang dibeli pemerintah daerah untuk tujuan
menjaga hubungan baik dalam dan luar negeri, surat
berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam
memenuhi kebutuhan kas jangka pendek.
(5) Investasi permanen sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) bertujuan untuk dimiliki secara berkelanjutan tanpa
ada niat untuk diperjualbelikan atau tidak ditarik kembali,
seperti kerjasama daerah dengan pihak ketiga dalam
bentuk penggunausahaan/pemanfaatan aset daerah,
penyertaan modal daerah pada BUMD dan/atau badan
usaha lainnya dan investasi permanen lainnya yang
dimiliki pemerintah daerah untuk menghasilkan
pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat.
(6) Investasi non permanen sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) bertujuan untuk dimiliki secara tidak
berkelanjutan atau ada niat untuk diperjualbelikan atau
ditarik kembali, seperti pembelian obligasi atau surat
utang jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki
sampai dengan tanggal jatuh tempo, dana yang
disisihkan
pemerintah
daerah
dalam
rangka
pelayanan/pemberdayaan masyarakat seperti bantuan
modal kerja, pembentukan dana secara bergulir kepada
kelompok masyarakat, pemberian fasilitas pendanaan
kepada usaha mikro dan menengah.
(7) Investasi jangka panjang pemerintah daerah dapat
dianggarkan apabila jumlah yang akan disertakan dalam
tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam
peraturan
daerah
tentang penyertaan modal dengan
berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-
undangan.
17. Ketentuan Pasal 73 dihapus.
18. Ketentuan Pasal 77 ayat (1), ayat (6), ayat (7), ayat (8) dan
ayat (10) diubah dan ayat (9) dan ayat (11) dihapus serta
menambah 1 (satu) ayat baru yakni ayat (12), sehingga Pasal
77 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 77
(1) Kode dan klasifikasi urusan pemerintahan daerah dan
organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat
(2) tercantum dalam
Lampiran A.I.a peraturan
menteri ini.

 
12
(2) Kode akun pendapatan, kode akun belanja, dan kode
akun pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
75 ayat (3) merupakan bagian susunan kode akun
keuangan daerah yang tercantum dalam
Lampiran A.II
peraturan
menteri ini.
(3) Kode rekening pendapatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (1) untuk provinsi tercantum dalam
Lampiran A.III peraturan
menteri ini.
(4) Kode rekening pendapatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (1) untuk kabupaten/kota tercantum
dalam
Lampiran A.IV peraturan
menteri ini.
(5) Kode dan klasifikasi fungsi tercantum dalam
Lampiran
A.V peraturan
menteri ini.
(6) Kode dan klasifikasi belanja daerah menurut fungsi untuk
keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
tercantum dalam
Lampiran A.VI.a peraturan
menteri ini.
(7) Kode dan daftar program dan kegiatan menurut urusan
pemerintahan daerah tercantum dalam
Lampiran A.VII.a
peraturan
menteri ini.
(8) Kode rekening belanja daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (2) tercantum dalam
Lampiran
A.VIII.a peraturan
menteri ini.
(9) Dihapus.
(10) Kode rekening pembiayaan daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) tercantum dalam
Lampiran A.IX.a peraturan
menteri ini.
(11) Dihapus.
(12) Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3),
ayat (4), ayat (7), ayat (8) dan ayat (10) merupakan daftar
nama rekening dan kode rekening yang tidak merupakan
acuan baku dalam penyusunan kode rekening yang
pemilihannya disesuaikan dengan kebutuhan objektif dan
nyata sesuai karakteristik daerah.
19. Ketentuan Bab IV Bagian Ketiga diubah sehingga Bab IV
Bagian Ketiga seluruhnya berbunyi sebagai berikut:
Bagian Ketiga
Kebijakan Umum APBD serta
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Pasal 83
(1) Kepala daerah menyusun rancangan KUA dan
rancangan PPAS berdasarkan RKPD dan pedoman
penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri
Dalam
Negeri setiap tahun.

 
13
(2) Pedoman penyusunan APBD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memuat antara lain:
a. pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi
kebijakan pemerintah dengan pemerintah daerah;
b. prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun
anggaran berkenaan;
c. teknis penyusunan APBD; dan
d. hal-hal khusus lainnya.
Pasal 84
(1) Dalam menyusun rancangan KUA dan rancangan PPAS
sebagaimana dimaksud Pasal 83 ayat (1), kepala daerah
dibantu oleh TAPD yang dipimpin oleh sekretaris daerah.
(2) Rancangan KUA dan rancangan PPAS yang telah
disusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
disampaikan oleh sekretaris daerah selaku ketua TAPD
kepada kepala daerah, paling lambat pada minggu
pertama bulan Juni.
Pasal 85
(1) Rancangan KUA memuat kondisi ekonomi makro daerah,
asumsi penyusunan APBD, kebijakan pendapatan
daerah, kebijakan belanja daerah, kebijakan pembiayaan
daerah, dan strategi pencapaiannya.
(2) Strategi pencapaian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memuat langkah-langkah kongkrit dalam mencapai
target.
Pasal 86
Rancangan PPAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83
ayat (1) disusun dengan tahapan sebagai berikut:
a. menentukan skala prioritas pembangunan daerah;
b. menentukan prioritas program untuk masing-masing
urusan; dan
c. menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-
masing program/kegiatan.
Pasal 87
(1) Rancangan KUA dan rancangan PPAS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) disampaikan kepala
daerah kepada DPRD paling lambat pertengahan bulan
Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam
pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran
berikutnya.
(2) Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD.
(3) Rancangan KUA dan rancangan PPAS yang telah
dibahas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
selanjutnya disepakati menjadi KUA dan PPAS paling
lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan.

 
14
(4) Format KUA dan PPAS tercantum dalam
Lampiran A.X.a
dan A.XI.a peraturan
menteri ini.
Pasal 88
(1) KUA dan PPAS yang telah disepakati sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 87 ayat (3) masing-masing
dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang
ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan
pimpinan DPRD dalam waktu bersamaan.
(2) Dalam hal kepala daerah berhalangan, yang
bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi
wewenang untuk menandatangani nota kesepakatan
KUA dan PPAS.
(3) Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap,
penandatanganan nota kesepakatan KUA dan PPAS
dilakukan oleh penjabat yang ditunjuk oleh pejabat yang
berwenang.
(4) Format nota kesepakatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam
Lampiran A.XII.a peraturan
menteri ini.
20. Ketentuan Pasal 89 ayat (2) huruf a, huruf b diubah dan huruf
d dihapus, sehingga Pasal 89 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 89
(1) Berdasarkan nota kesepakatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 88 ayat (1), TAPD menyiapkan rancangan
surat edaran kepala daerah
tentang
pedoman
penyusunan RKA-SKPD sebagai acuan kepala SKPD
dalam menyusun RKA-SKPD.
(2) Rancangan surat edaran kepala daerah
tentang
pedoman
penyusunan
RKA-SKPD
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. prioritas pembangunan daerah dan program/kegiatan
yang terkait;
b. alokasi plafon anggaran sementara untuk setiap
program/kegiatan SKPD;
c. batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD;
d. dihapus;
e. dokumen sebagai lampiran surat edaran meliputi
KUA, PPAS, analisis standar belanja dan standar
satuan harga.
(3) Surat edaran kepala daerah perihal pedoman
penyusunan RKA-SKPD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus
tahun anggaran berjalan.
21. Ketentuan Pasal 97 ayat (1) diubah dan ayat (2) dihapus,
sehingga Pasal 97 berbunyi sebagai berikut:

 
15
Pasal 97
(1) Belanja langsung yang terdiri atas belanja pegawai,
belanja barang dan jasa, serta belanja modal
dianggarkan dalam RKA-SKPD pada masing-masing
SKPD.
(2) Dihapus.
22. Ketentuan Pasal 98 diubah, sehingga Pasal 98 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 98
(1) Pada SKPKD disusun RKA-SKPD dan RKA-PPKD.
(2) RKA-SKPD memuat program/kegiatan yang dilaksanakan
oleh PPKD selaku SKPD;
(3) RKA-PPKD digunakan untuk menampung:
a. pendapatan yang berasal dari dana perimbangan dan
pendapatan hibah;
b. belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja
bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan
keuangan, dan belanja tidak terduga; dan
c. penerimaan
pembiayaan
dan
pengeluaran
pembiayaan daerah.
23. Ketentuan Pasal 99 diubah, sehingga Pasal 99 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 99
(1) RKA-SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat
(1) dan RKA-PPKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal
98 ayat (1) dikerjakan sesuai dengan bagan alir yang
tercantum dalam
Lampiran A.XIII.a peraturan
menteri ini.
(2) Format RKA-SKPD dan RKA-PPKD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran
A.XIV.a peraturan
menteri ini.
24. Ketentuan Pasal 100 ayat (2) diubah, sehingga Pasal 100
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 100
(1) RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan
kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh TAPD.
(2) Pembahasan oleh TAPD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan untuk menelaah:
a. kesesuaian RKA-SKPD dengan KUA, PPAS,
prakiraan maju pada RKA-SKPD tahun berjalan yang
disetujui tahun lalu, dan dokumen perencanaan
lainnya;

 
16
b. kesesuaian rencana anggaran dengan standar
analisis belanja, standar satuan harga;
c. kelengkapan instrumen pengukuran kinerja yang
meliputi capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok
sasaran kegiatan, dan standar pelayanan minimal;
d. proyeksi prakiraan maju untuk tahun anggaran
berikutnya; dan
e. sinkronisasi program dan kegiatan antar RKA-SKPD.
(3) Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat
ketidaksesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
kepala SKPD melakukan penyempurnaan.
25. Ketentuan Pasal 102 ayat (2) diubah, sehingga Pasal 102
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 102
(1) Rancangan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran
APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1)
dilengkapi dengan lampiran yang terdiri atas:
a. ringkasan penjabaran APBD; dan
b. penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan
daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok,
jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan
pembiayaan.
(2) Rancangan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran
APBD memuat penjelasan sebagai berikut:
a. untuk pendapatan mencakup dasar hukum;
b. untuk belanja mencakup lokasi kegiatan; dan
c. untuk pembiayaan mencakup dasar hukum dan
sumber penerimaan pembiayaan untuk kelompok
penerimaan pembiayaan dan tujuan pengeluaran
pembiayaan
untuk
kelompok
pengeluaran
pembiayaan.
(3) Format rancangan peraturan kepala daerah beserta
lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam
Lampiran A.XVI peraturan
menteri ini.
26. Ketentuan Pasal 104 ayat (2) dan ayat (3) dihapus, sehingga
Pasal 104 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 104
(1) Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan
daerah
tentang APBD beserta lampirannya kepada
DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober
tahun anggaran sebelumnya dari tahun yang
direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama.
(2) Dihapus.
(3) Dihapus.
(4) Penyampaian rancangan peraturan
daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disertai dengan nota keuangan.

 
17
(5) Dalam hal kepala daerah dan/atau pimpinan DPRD
berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku
penjabat/pelaksana tugas kepala daerah dan/atau selaku
pimpinan sementara DPRD yang menandatangani
persetujuan bersama.
(6) Format susunan nota keuangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) tercantum dalam
Lampiran A.XVII
peraturan
menteri ini.
27. Ketentuan Pasal 105 ayat (2) diubah, ayat (3) dihapus dan
menambah 5 (lima) ayat baru yakni ayat (3a), ayat (3b), ayat
(3c), ayat (3d) dan ayat (3e), sehingga Pasal 105 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 105
(1) Penetapan agenda pembahasan rancangan peraturan
daerah
tentang APBD untuk mendapatkan persetujuan
bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat
(1) disesuaikan dengan tata tertib DPRD masing-masing
daerah.
(2) Pembahasan rancangan peraturan
daerah ditekankan
pada kesesuaian rancangan APBD dengan KUA dan
PPAS.
(3) Dihapus.
(3a) Dalam pembahasan rancangan peraturan
daerah
tentang
APBD, DPRD dapat meminta RKA-SKPD berkenaan
dengan program/kegiatan tertentu.
(3b) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dituangkan dalam dokumen persetujuan bersama antara
kepala daerah dan DPRD.
(3c) Persetujuan bersama antara kepala daerah dan DPRD
terhadap rancangan peraturan
daerah
tentang APBD
ditandatangani oleh kepala daerah dan pimpinan DPRD
paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran
berakhir.
(3d) Dalam hal kepala daerah dan/atau pimpinan DPRD
berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk oleh
pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana
tugas kepala
daerah dan/atau selaku pimpinan
sementara DPRD yang menandatangani persetujuan
bersama.
(3e) Atas dasar persetujuan bersama sebagaimana dimaksud
pada ayat (3b), kepala daerah menyiapkan rancangan
peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD.
(4) Format persetujuan bersama sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tercantum dalam
Lampiran A.XVIII
peraturan
menteri ini.

 
18
28. Diantara Pasal 105 dan Pasal 106 disisipkan 1 (satu) Pasal
baru yakni Pasal 105A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 105A
(1) Dalam hal penetapan APBD mengalami keterlambatan
kepala daerah melaksanakan pengeluaran setiap bulan
setinggi-tingginya sebesar seperduabelas APBD tahun
anggaran sebelumnya.
(2) Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap
bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibatasi
hanya untuk belanja yang bersifat tetap seperti belanja
pegawai, layanan jasa dan keperluan kantor sehari-hari.
29. Diantara Pasal 107 dan Pasal 108 disisipkan 1 (satu) pasal
baru, yakni Pasal 107A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 107A
Kepala
daerah
dapat
melaksanakan
pengeluaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) setelah
peraturan kepala daerah
tentang APBD tahun berkenaan
ditetapkan.
30. Ketentuan Pasal 109 diubah, sehingga Pasal 109 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 109
Pelampauan dari pengeluaran setinggi-tingginya sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 106 ayat (1) dapat dilakukan apabila
ada kebijakan pemerintah untuk kenaikan gaji dan tunjangan
pegawai negeri sipil, bagi hasil pajak daerah dan retribusi
daerah yang ditetapkan dalam undang-undang, kewajiban
pembayaran pokok pinjaman dan bunga pinjaman yang telah
jatuh tempo serta pengeluaran yang mendesak diluar kendali
pemerintah daerah.
31. Ketentuan Pasal 110 ayat (2) huruf b diubah, sehingga Pasal
110 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 110
(1) Rancangan peraturan
daerah provinsi tentang APBD
yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan
peraturan gubernur tentang penjabaran APBD sebelum
ditetapkan oleh gubernur paling lama 3 (tiga) hari kerja
disampaikan terlebih dahulu kepada Menteri
Dalam
Negeri untuk dievaluasi.
(2) Penyampaian rancangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disertai dengan:
a. persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan
DPRD terhadap rancangan peraturan
daerah
tentang
APBD;
b. KUA dan PPAS yang disepakati antara kepala daerah
dan pimpinan DPRD;

 
19
c. risalah sidang jalannya pembahasan terhadap
rancangan peraturan
daerah
tentang APBD; dan
d. nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal
penyampaian pengantar nota keuangan pada sidang
DPRD.
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan
untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah
dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan
publik dan kepentingan aparatur serta untuk meneliti
sejauhmana APBD provinsi tidak bertentangan dengan
kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau
peraturan
daerah lainnya yang ditetapkan oleh provinsi
bersangkutan.
(4) Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Menteri
Dalam
Negeri dapat
mengundang pejabat pemerintah daerah provinsi yang
terkait.
(5) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam keputusan Menteri
Dalam
Negeri dan
disampaikan kepada gubernur paling lama 15 (lima
belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan
dimaksud.
(6) Apabila Menteri
Dalam
Negeri menyatakan hasil evaluasi
atas rancangan peraturan
daerah
tentang APBD dan
rancangan peraturan gubemur tentang penjabaran APBD
sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, gubernur
menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan
daerah dan peraturan gubemur.
(7) Dalam hal Menteri
Dalam
Negeri menyatakan bahwa
hasil evaluasi rancangan peraturan
daerah
tentang APBD
dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran
APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
gubernur bersama DPRD melakukan penyempurnaan
paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak
diterimanya hasil evaluasi.
(8) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh gubernur
dan DPRD, dan gubernur tetap menetapkan rancangan
peraturan
daerah
tentang APBD dan rancangan
peraturan gubernur tentang penjabaran APBD menjadi
peraturan
daerah dan peraturan gubernur, Menteri
Dalam
Negeri membatalkan peraturan
daerah dan peraturan
gubernur dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya
pagu APBD tahun sebelumnya.
(9) Pembatalan peraturan
daerah dan peraturan gubernur
serta pernyataan berlakunya pagu APBD tahun
sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
ditetapkan dengan peraturan
Menteri
Dalam
Negeri.

 
20
32. Diantara ayat (4) dan ayat (5) Pasal 116 disisipkan 1 (satu)
ayat baru yakni ayat (4a) sehingga Pasal 116 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 116
(1) Rancangan peraturan
daerah
tentang APBD dan
rancangan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran
APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala
daerah menjadi peraturan
daerah
tentang APBD dan
peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD.
(2)
Penetapan rancangan peraturan
daerah
tentang APBD
dan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling
lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran
sebelumnya.
(3) Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, maka
pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala
daerah yang menetapkan peraturan
daerah
tentang
APBD dan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran
APBD.
(4) Kepala daerah menyampaikan peraturan
daerah
tentang
APBD dan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran
APBD kepada Menteri
Dalam
Negeri bagi provinsi dan
gubernur bagi kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari
kerja setelah ditetapkan.
(4a) Untuk memenuhi asas transparansi, Kepala Daerah wajib
menginformasikan substansi Perda APBD kepada
masyarakat yang telah diundangkan dalam lembaran
daerah.
(5) Format penetapan rancangan peraturan
daerah
tentang
APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum
dalam
Lampiran A.XX peraturan
menteri ini.
(6) Format penetapan rancangan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tercantum dalam
Lampiran A.XXI peraturan
menteri ini.
(7) Jadwal penyusunan APBD tercantum dalam
Lampiran
A.XXII peraturan
menteri ini.
33. Ketentuan Pasal 117 ayat (3) diubah, sehingga Pasal 117
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 117
(1) Untuk sinkronisasi dan keterpaduan sasaran program
dan kegiatan dengan kebijakan pemerintah dibidang
keuangan
negara
dan
menjaga
kelangsungan
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan daerah,
serta pelayanan masyarakat, kepala daerah menyusun
rancangan KUA dan rancangan PPAS.

 
21
(2) Rancangan KUA dan rancangan PPAS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikonsultasikan kepada Menteri
Dalam
Negeri bagi provinsi dan kepada gubernur bagi
kabupaten/kota.
(3) Rancangan KUA dan rancangan PPAS yang telah
dikonsultasikan dijadikan pedoman penyusunan RKA-
SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 peraturan
menteri ini.
34. Ketentuan Pasal 120 diubah sehingga Pasal 120 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 120
(1) Penyampaian peraturan kepala daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 119 ayat (2) paling lama 30 (tiga
puluh) hari kerja terhitung sejak rancangan KUA dan
rancangan PPAS dikonsultasikan dengan Menteri
Dalam
Negeri bagi provinsi dan gubernur bagi kabupaten/kota.
(2) Pengesahan atas peraturan kepala daerah
tentang
RAPBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
ketentuan dalam Pasal 107 ayat (3).
35. Diantara ketentuan Pasal 123 dan Pasal 124 disisipkan 1
(satu) pasal baru yakni Pasal 123A yang berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 123A
(1) Pada SKPKD disusun DPA-SKPD dan DPA-PPKD
(2) DPA-SKPD memuat program/kegiatan yang dilaksanakan
oleh PPKD selaku SKPD;
(3) DPA-PPKD digunakan untuk menampung:
a. Pendapatan yang berasal dari dana perimbangan dan
pendapatan hibah;
b. Belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja
bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan
keuangan, dan belanja tidak terduga;
c. Penerimaan
pembiayaan
dan
pengeluaran
pembiayaan daerah.
(4) Format DPA-PPKD tercantum dalam
Lampiran B.I.b
peraturan
menteri ini.
36. Ketentuan Pasal 138 ayat (1) dan ayat (3) diubah, dan
diantara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 1 (satu) ayat baru
yakni ayat (4a), sehingga Pasal 138 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 138
(1) Pelaksanaan kegiatan lanjutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 137 huruf b didasarkan pada DPA-SKPD
yang telah disahkan kembali oleh PPKD menjadi DPA

 
22
Lanjutan SKPD (DPAL-SKPD)
tahun anggaran
berikutnya.
(2) Untuk mengesahkan kembali DPA-SKPD menjadi DPAL-
SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala
SKPD
menyampaikan
laporan
akhir
realisasi
pelaksanaan kegiatan fisik dan non-fisik maupun
keuangan kepada PPKD paling lambat pertengahan
bulan Desember tahun anggaran berjalan.
(3) Jumlah anggaran dalam DPAL-SKPD dapat disahkan
setelah terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap:
a. sisa DPA-SKPD yang belum diterbitkan SPD dan/atau
belum diterbitkan SP2D atas kegiatan yang
bersangkutan;
b. sisa SPD yang belum diterbitkan SPP, SPM atau
SP2D; atau
c. SP2D yang belum diuangkan.
(4) DPAL-SKPD yang telah disahkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dijadikan dasar
pelaksanaan penyelesaian pekerjaan dan penyelesaian
pembayaran.
(4a) Pekerjaan yang dapat dilanjutkan dalam bentuk DPAL
memenuhi kriteria:
a. pekerjaan yang telah ada ikatan perjanjian kontrak
pada tahun anggaran berkenaan; dan
b. keterlambatan penyelesaian pekerjaan diakibatkan
bukan karena kelalaian pengguna anggaran/barang
atau rekanan, namun karena akibat dari force major.
(5) Format DPAL-SKPD sebagaimana tercantum dalam
Lampiran B.III peraturan
menteri ini.
37. Ketentuan Pasal 155 ayat (5), ayat (7) dan ayat (8) diubah
sehingga Pasal 155 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 155
(1) Perubahan APBD disebabkan perkembangan yang tidak
sesuai dengan asumsi KUA sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 154 ayat (1) huruf a dapat berupa terjadinya
pelampauan atau tidak tercapainya proyeksi pendapatan
daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan
pembiayaan yang semula ditetapkan dalam KUA.
(2) Kepala
daerah
memformulasikan
hal-hal
yang
mengakibatkan
terjadinya
perubahan
APBD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (1) huruf a
ke dalam rancangan kebijakan umum perubahan APBD
serta PPAS perubahan APBD.
(3) Dalam rancangan kebijakan umum perubahan APBD dan
PPAS perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) disajikan secara lengkap penjelasan mengenai:
a. perbedaan asumsi dengan KUA yang ditetapkan
sebelumnya;

 
23
b. program dan kegiatan yang dapat diusulkan untuk
ditampung dalam perubahan APBD dengan
mempertimbangkan sisa waktu pelaksanaan APBD
tahun anggaran berjalan; dan
c. capaian target kinerja program dan kegiatan yang
harus dikurangi dalam perubahan APBD apabila
asumsi KUA tidak tercapai; dan
d. capaian target kinerja program dan kegiatan yang
harus ditingkatkan dalam perubahan APBD apabila
melampaui asumsi KUA.
(4) Rancangan kebijakan umum perubahan APBD dan PPAS
perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada DPRD paling lambat minggu
pertama bulan Agustus dalam
tahun anggaran berjalan.
(5) Rancangan kebijakan umum perubahan APBD dan PPAS
perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
setelah dibahas selanjutnya disepakati menjadi kebijakan
umum perubahan APBD serta PPAS perubahan APBD
paling lambat minggu kedua bulan Agustus tahun
anggaran berjalan.
(6) Dalam hal persetujuan DPRD terhadap rancangan
peraturan
daerah
tentang perubahan APBD diperkirakan
pada akhir bulan September tahun anggaran berjalan,
agar
dihindari
adanya
penganggaran
kegiatan
pembangunan fisik di dalam rancangan peraturan
daerah
tentang perubahan APBD.
(7) Format rancangan kebijakan umum perubahan APBD
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam
Lampiran C.I.a peraturan
menteri ini.
(8) Format rancangan PPAS perubahan APBD sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam
Lampiran C.II.a
peraturan
menteri ini.
38. Ketentuan Pasal 156 diubah, sehingga Pasal 156 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 156
(1) Kebijakan umum perubahan APBD dan PPAS perubahan
APBD yang telah disepakati sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 155 ayat (5), masing-masing dituangkan
kedalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama
antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD dalam
waktu bersamaan.
(2) Format nota kesepakatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam
Lampiran C.III.a peraturan
menteri ini.
39. Ketentuan Pasal 157 ayat (2) huruf a dan huruf e diubah dan
huruf b dan huruf d dihapus, sehingga Pasal 157 berbunyi
sebagai berikut:

 
24
Pasal 157
(1) Berdasarkan nota kesepakatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 156 ayat (1), TAPD menyiapkan rancangan
surat edaran kepala daerah perihal pedoman
penyusunan RKA-SKPD yang memuat program dan
kegiatan baru dan/atau kriteria DPA-SKPD yang dapat
diubah untuk dianggarkan dalam perubahan APBD
sebagai acuan bagi kepala SKPD.
(2) Rancangan surat edaran kepala daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. PPAS perubahan APBD yang dialokasikan untuk
program baru dan/atau kriteria DPA-SKPD yang dapat
diubah pada setiap SKPD;
b. dihapus;
c. batas waktu penyampaian RKA-SKPD dan/atau DPA-
SKPD yang telah diubah kepada PPKD;
d. dihapus; dan
e. dokumen sebagai lampiran meliputi kebijakan umum
perubahan APBD, PPAS perubahan APBD, standar
analisa belanja dan standar harga.
(3) Pedoman penyusunan RKA-SKPD dan/atau kriteria DPA-
SKPD yang dapat diubah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diterbitkan oleh kepala daerah paling lambat
minggu ketiga bulan Agustus tahun anggaran berjalan.
40. Ketentuan Pasal 169 ayat (2) huruf g dihapus, sehingga Pasal
169 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 169
(1) Rancangan peraturan
daerah
tentang perubahan APBD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 terdiri dari
rancangan peraturan
daerah
tentang perubahan APBD
beserta lampirannya.
(2) Lampiran rancangan peraturan
daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. ringkasan perubahan APBD;
b. ringkasan perubahan APBD menurut urusan
pemerintahan daerah dan organisasi;
c. rincian
perubahan
APBD
menurut
urusan
pemerintahan daerah, organisasi, pendapatan,
belanja dan pembiayaan;
d. rekapitulasi perubahan belanja menurut urusan
pemerintahan daerah, organisasi, program dan
kegiatan;
e. rekapitulasi perubahan belanja daerah untuk
keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan
daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan
keuangan negara;
f. daftar perubahan jumlah pegawai per golongan dan
per jabatan;
g. dihapus;
h. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya

 
25
yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali
dalam
tahun anggaran ini; dan
i. daftar pinjaman daerah.
(3) Format rancangan peraturan
daerah
tentang perubahan
APBD beserta lampiran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam
Lampiran C.V peraturan
menteri ini.
41. Ketentuan Pasal 189 ayat (6) huruf b dihapus dan huruf c
diubah, sehingga Pasal 189 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 189
(1) Bendahara
penerimaan
wajib
menyelenggarakan
penatausahaan terhadap seluruh penerimaan dan
penyetoran atas penerimaan yang menjadi tanggung
jawabnya.
(2) Penatausahaan atas penerimaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) menggunakan:
a. buku kas umum;
b. buku pembantu per rincian objek penerimaan; dan
c. buku rekapitulasi penerimaan harian.
(3) Bendahara
penerimaan
dalam
melakukan
penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menggunakan:
a. Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKP-Daerah);
b. Surat Ketetapan Retribusi (SKR);
c. Surat Tanda Setoran (STS);
d. surat tanda bukti pembayaran; dan
e. bukti penerimaan lainnya yang sah.
(4) Bendahara
penerimaan
pada
SKPD
wajib
mempertanggungjawabkan secara administratif atas
pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya
dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban
penerimaan
kepada
pengguna
anggaran/kuasa
pengguna anggaran melalui PPK-SKPD paling lambat
tanggal 10 bulan berikutnya.
(5) Bendahara
penerimaan
pada
SKPD
wajib
mempertanggungjawabkan secara fungsional atas
pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya
dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban
penerimaan kepada PPKD selaku BUD paling lambat
tanggal 10 bulan berikutnya.
(6) Laporan pertanggungjawaban penerimaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dilampiri dengan:
a. buku kas umum;
b. dihapus;
c. buku rekapitulasi penerimaan bulanan; dan
d. bukti penerimaan lainnya yang sah.
(7) PPKD selaku BUD melakukan verifikasi, evaluasi dan

 
26
analisis atas laporan pertanggungjawaban bendahara
penerimaan pada SKPD sebagaimana dimaksud pada
ayat (5).
(8) Verifikasi, evaluasi dan analisis sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) dilakukan dalam rangka rekonsiliasi
penerimaan.
(9) Mekanisme dan tata cara verifikasi, evaluasi dan analisis
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diatur dalam
peraturan kepala daerah.
(10) Format buku kas umum, buku pembantu per rincian objek
penerimaan dan buku rekapitulasi penerimaan harian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam
Lampiran D.I peraturan
menteri.
(11) Format surat ketetapan pajak daerah, surat ketetapan
retribusi, surat tanda setoran, dan surat tanda bukti
pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tercantum dalam
Lampiran D.II peraturan
menteri ini.
(12) Format
laporan
pertanggungjawaban
bendahara
penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan
ayat (5) tercantum dalam
Lampiran D.III peraturan
menteri ini.
42. Ketentuan Pasal 197 diantara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan
1 (satu) ayat baru yakni ayat (1a), sehingga Pasal 197
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 197
(1) Pengeluaran kas atas beban APBD dilakukan
berdasarkan SPD atau dokumen lain yang dipersamakan
dengan SPD.
(1a) Penerbitan SPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan perbulan, pertriwulan, atau persemester sesuai
dengan ketersediaan dana.
(2) Format SPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam
Lampiran D.VI.a peraturan
menteri ini.
43. Ketentuan Pasal 200 ayat (2) huruf c dan d diubah dan ayat
(3) dihapus, sehingga Pasal 200 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 200
(1) Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-GU dilakukan
oleh bendahara pengeluaran untuk memperoleh
persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran melalui PPK-SKPD dalam rangka ganti uang
persediaan.
(2) Dokumen SPP-GU sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari:
a. surat pengantar SPP-GU;

 
27
b. ringkasan SPP-GU;
c. rincian penggunaan SP2D-UP/GU yang lalu;
d. bukti transaksi yang sah dan lengkap;
e. salinan SPD;
f. draft surat pernyataan untuk ditandatangani oleh
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran yang
menyatakan bahwa uang yang diminta tidak
dipergunakan untuk keperluan selain ganti uang
persediaan saat pengajuan SP2D kepada kuasa BUD;
dan
g. lampiran lain yang diperlukan.
(3) Dihapus.
44. Ketentuan Pasal 202 ayat (2) huruf c dan ayat (3) diubah dan
diantara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 1 (satu) ayat baru
yakni ayat (4a), sehingga Pasal 202 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 202
(1) Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-TU dilakukan
oleh bendahara pengeluaran/bendahara pengeluaran
pembantu untuk memperoleh persetujuan dari pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD
dalam rangka tambahan uang persediaan.
(2) Dokumen SPP-TU sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari:
a. surat pengantar SPP-TU;
b. ringkasan SPP-TU;
c. rincian rencana penggunaan TU;
d. salinan SPD;
e. draft surat pernyataan untuk ditandatangani oleh
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran yang
menyatakan bahwa uang yang diminta tidak
dipergunakan untuk keperluan selain tambahan uang
persediaan saat pengajuan SP2D kepada kuasa BUD;
f. surat keterangan yang memuat penjelasan keperluan
pengisian tambahan uang persediaan; dan
g. lampiran lainnya.
(3) Batas jumlah pengajuan SPP-TU harus mendapat
persetujuan dari PPKD dengan memperhatikan rincian
kebutuhan dan waktu penggunaan.
(4) Dalam hal dana tambahan uang tidak habis digunakan
dalam 1 (satu) bulan, maka sisa tambahan uang disetor
ke rekening kas umum daerah.
(4a) Ketentuan batas waktu penyetoran sisa tambahan uang
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikecualikan untuk:
a. kegiatan yang pelaksanaannya melebihi 1 (satu)
bulan;
b. kegiatan yang mengalami penundaan dari jadwal
yang telah ditetapkan yang diakibatkan oleh peristiwa
di luar kendali PA/KPA;
(5) Format surat keterangan sebagaimana dimaksud pada

 
28
ayat (2) huruf f tercantum dalam
Lampiran D.VIII
peraturan
menteri ini.
45. Ketentuan Pasal 207 diubah sehingga Pasal 207 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 207
Format dokumen SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-LS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 ayat (1), Pasal 200
ayat (1), Pasal 202 ayat (1), Pasal 204 ayat (1), Pasal 205
ayat (1) tercantum dalam
Lampiran D.X.a, D.X.b, D.X.c, D.X.d,
D.X.e dan D.X.f peraturan
menteri ini.
46. Ketentuan Pasal 216 ayat (3) huruf b dan huruf d dihapus dan
huruf c diubah sehingga Pasal 216 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 216
(1) Kuasa BUD meneliti kelengkapan dokumen SPM yang
diajukan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran agar pengeluaran yang diajukan tidak
melampaui pagu dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan.
(2) Kelengkapan dokumen SPM-UP untuk penerbitan SP2D
adalah surat pernyataan tanggung jawab pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran.
(3) Kelengkapan dokumen SPM-GU untuk penerbitan SP2D
mencakup:
a. surat pernyataan tanggung jawab pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran;
b. dihapus;
c. bukti-bukti pengeluaran yang sah dan lengkap; dan
d. dihapus.
(4) Kelengkapan dokumen SPM-TU untuk penerbitan SP2D
adalah surat pernyataan tanggung jawab pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran.
(5) Kelengkapan dokumen SPM-LS untuk penerbitan SP2D
mencakup:
a. surat pernyataan tanggung
jawab pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran; dan
b. bukti-bukti pengeluaran yang sah dan lengkap sesuai
dengan kelengkapan persyaratan yang ditetapkan
dalam
peraturan perundang-undangan.
(6) Dalam hal dokumen SPM sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dinyatakan lengkap, kuasa BUD menerbitkan
SP2D.
(7) Dalam hal dokumen SPM sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak sah
dan/atau pengeluaran tersebut melampaui pagu
anggaran, kuasa BUD menolak menerbitkan SP2D.

 
29
(8) Dalam hal kuasa BUD berhalangan, yang bersangkutan
dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk
menandatangani SP2D.
(9) Format SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
tercantum dalam D.XVI peraturan
menteri ini.
47. Ketentuan Pasal 243, Pasal 249, Pasal 256, Pasal 261, Pasal
268, Pasal 274, Pasal 280, dan Pasal 285 dihapus.
48. Ketentuan Pasal 324 diubah, sehingga Pasal 324 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 324
(1) Kepala daerah dapat menetapkan SKPD atau unit kerja
pada SKPD yang tugas pokok dan fungsinya bersifat
operasional dalam menyelenggarakan pelayanan umum.
(2) Pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berhubungan dengan:
a. penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum
untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan
masyarakat;
b. pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan
meningkatkan perekonomian masyarakat atau
layanan umum; dan/atau
c pengelolaan
dana
khusus
dalam
rangka
meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada
masyarakat;
(3) Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
diprioritaskan antara lain pelayanan kesehatan,
pelayanan kebersihan, pengelolaan limbah, pengelolaan
pasar, pengelolaan terminal, pengelolaan obyek wisata
daerah, dana perumahan, rumah susun sewa.
49. Ketentuan Pasal 325 dihapus
50. Diantara Pasal 325 dan Pasal 326 disisipkan 1 (satu) pasal
baru, yakni Pasal 325A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 325A
Dalam menyelenggarakan dan meningkatkan layanan kepada
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 324 ayat (1),
SKPD atau Unit Kerja pada SKPD yang menerapkan PPK-
BLUD diberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan.
51. Ketentuan Pasal 326, Pasal 327, Pasal 328 dan Pasal 329
dihapus.
52. Diantara Pasal 329 dan Pasal 330 disisipkan 1 (satu) pasal
baru, yakni Pasal 329A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 329A

 
30
Pedoman teknis mengenai pola pengelolaan keuangan Badan
Layanan Umum Daerah, diatur tersendiri oleh Menteri Dalam
Negeri.
53. Diantara Pasal 333 dan 334 disisipkan 1 (satu) pasal yakni
Pasal 333A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 333A
Peraturan menteri ini diberlakukan paling lambat mulai tahun
anggaran 2009.
Pasal II
Peraturan menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Oktober 2007
MENTERI DALAM NEGERI,
ttd
H. MARDIYANTO
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM
PERWIRA