Senin, 07 Maret 2011

Permendagri No 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan


PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI

NOMOR 1 TAHUN 2007
TENTANG

PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI,

 
Menimbang    :    a.    bahwa perkembangan dan pertumbuhan kota/perkotaan disertai dengan alih fungsi lahan yang pesat, telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang dapat menurunkan daya dukung lahan dalam menopang kehidupan masyarakat di kawasan perkotaan, sehingga perlu dilakukan upaya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan melalui penyediaan ruang terbuka hijau yang memadai;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan;

 
Mengingat     :    1.     Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470);
  2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501);
  3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
  4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401);
  5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tatacara Peranserta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3721);
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242);
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
  10. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;
  11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota;
  12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1996 tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan Lahan Perkotaan;
  13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 2004 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;

 
MEMUTUSKAN:
Menetapkan     :    PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


 
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri ini yang dimaksud dengan :
  1. Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas balk dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjangljalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.
  2. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.
  3. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
  4. Penataan RTHKP adalah proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian RTHKP.
  5. Vegetasi adalah keseluruhan tumbuhan dan tanaman yang menutupi permukaan tanah.
  6. Tanaman khas daerah adalah jenis tumbuhan atau tanaman yang khas tumbuh dan menjadi identitas daerah.
  7. Rekreasi aktif adalah bentuk pengisian waktu senggang yang didominasi kegiatan fisik dan partisipasi langsung dalam kegiatan tersebut, seperti olah raga dan bentuk-bentuk permainan lain yang banyak memerlukan pergerakan fisik.
  8. Rekreasi pasif adalah bentuk kegiatan waktu senggang yang lebih kepada hal-hal yang bersifat tenang dan relaksasi untuk stimulasi mental dan emosional, tidak didominasi pergerakan fisik atau partisipasi langsung pada bentuk-bentuk permainan atau olah raga.
  9. Fungsi ekosistem adalah proses, transfer, dan distribusi energi dan materi di antara komponen-komponen ekosistem (komunitas tumbuh-tumbuhan, hewan dan organisme lainnya) serta interaksi fungsional antar mereka, maupun dengan lingkungannya baik dalam bentuk ekosistem daratan, ekosistem perairan, dan ekosistem peralihan, maupun dalam bentuk ekosistem alami dan yang buatan.
  10. Plasma nutfah adalah substansi yang terdapat dalam kelompok mahluk hidup, dan merupakan sumber sifat keturunan yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk menciptakan jenis tumbuhan maupun hewan dan jasad renik.
  11. Iklim mikro adalah keberadaan ekosistem setempat yang mempengaruhi kelembaban dan tingkat curah hujan setempat sehingga temperatur menjadi terkendali, termasuk radiasi matahari dan kecepatan angin.
  12. Biogeografi adalah keadaan lapisan muka bumi atau aspek relief permukaan bumi berupa karakteristik material permukaan bumi baik batuan/tanah maupun strukturnya, proses geomorfik dan tatanan keruangannya dan aspek kehidupan di dalamnya.
  13. Struktur ruang kota adalah susunan pusat-pusat permukiman sistem jaringan prasarana dan sarana di kota yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.
  14. Ekologis adalah hubungan timbal balk antara kelompok organisme dengan lingkungannya.
  15. Sempadan pantai/sungai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai atau kiri kanan sungai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai/sungai.
  16. Median jalan adalah ruang yang disediakan pada bagian tengah dari jalan untuk membagi jalan dalam masing-masing arah serta untuk mengamankan ruang bebas samping jalur lalu lintas.
  17. Pedestrian adalah areal yang diperuntukkan bagi pejalan kaki.
  18. Kearifan lokal adalah kecerdasan, kreativitas, inovasi dan pengetahuan tradisional masyarakat lokal berupa kearifan ekologis dalam pengelolaan dan pelestarian ekosistem/sumberdaya lingkungan alam sekitar atau berupa kearifan sosial dalam bentuk tatanan sosial yang menciptakan keharmonisan dan kedinamisan hidup bermasyarakat yang telah dijalani turun temurun dan telah menunjukkan adanya manfaat yang diterima masyarakat dalam membangun peradabannya.
  19. RTHKP Publik adalah RTHKP yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggungjawab Pemerintah Kabupaten/Kota.
  20. RTHKP Privat adalah RTHKP yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggungjawab pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, kecuali Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi.
  21. Insentif adalah penghargaan yang diberikan kepada lembaga pemerintahan, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, pihak/lembaga swasta ataupun perseorangan atas keberhasilan dalam penataan RTHKP.

 

 
BAB II
TUJUAN, FUNGSI DAN MANFAAT

 
Pasal 2
Tujuan penataan RTHKP adalah :
  1. menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan;
  2. mewujudkan kesimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan; dan
  3. meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman.

 
Pasal 3
Fungsi RTHKP adalah :
  1. pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan;
  2. pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara;
  3. tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati;
  4. pengendali tata air; dan
  5. sarana estetika kota.

 
Pasal 4
Manfaat RTHKP adalah :
  1. sarana untuk mencerminkan identitas daerah;
  2. sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan;
  3. sarana rekreasi aktif dan pasif serta interkasi sosial;
  4. meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan;
  5. menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah;
  6. sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula;
  7. sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat;
  8. memperbaiki iklim mikro; dan
  9. meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.

     

     
    BAB III
    PEMBENTUKAN DAN JENIS RTHKP

     
    Pasal 5
  10. pembentukan RTHKP disesuaikan dengan bentang alam berdasar aspek biogeografis dan struktur ruang kota serta estetika.
  11. Pembentukan RTHKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencerminkan karakter alam dan/atau budaya setempat yang bernilai ekologis, historik, panorama yang khas dengan tingkat penerapan teknologi.

     
Pasal 6
Jenis RTHKP meliputi:
  1. taman kota;
  2. taman wisata alam;
  3. taman rekreasi;
  4. taman lingkungan perumahan dan permukiman;
  5. taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial;
  6. taman hutan raya;
  7. hutan kota;
  8. hutan lindung;
  9. bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah;
  10. cagar alam;
  11. kebun raya;
  12. kebun binatang;
  13. pemakaman umum;
  14. lapangan olah raga;
  15. lapangan upacara;
  16. parkir terbuka;
  17. lahan pertanian perkotaan;
  18. jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET);
  19. sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa;
  20. jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian;
  21. kawasan dan jalur hijau;
  22. daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara; dan
  23. taman atap (roof garden).

 

 
BAB IV
PENATAAN RTHKP
Bagian Kesatu
Penataan

 

Pasal 7
Penataan RTHKP meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian RTHKP.

 

Bagian Kedua
Perencanaan

 
Pasal 8
  1. RTHKP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
  2. RTHKP dituangkan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan dengan skala peta sekurang-kurangnya 1:5000.

 
Pasal 9
  1. Luas ideal RTHKP minimal 20% dari luas kawasan perkotaan.
  2. Luas RTHKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup RTHKP publik dan privat.
  3. Luas RTHKP publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penyediaannya menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan masing-masing daerah.
  4. RTHKP privat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penyediaannya menjadi tanggung jawab pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, kecuali Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi.

 
Pasal 10
  1. Perencanaan pembangunan RTHKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dan ayat (4) melibatkan para pelaku pembangunan.
  2. Perencanaan pembangunan RTHKP memuat jenis, lokasi, luas, target pencapaian luas, kebutuhan biaya, target waktu pelaksanaan, dan disain teknis.

 

Pasal 11
  1. Perencanaan pembangunan RTHKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk rencana pembangunan RTHKP dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, kecuali Provinsi DKI Jakarta ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi, dan untuk Pemerintah Aceh ditetapkan dengan Qanun Aceh, serta untuk Pemerintah Kabupaten/Kota di Aceh ditetapkan dengan Qanun Kabupaten/Kota.
  2. Perencanaan pembangunan RTHKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

     
Bagian Ketiga
Pemanfaatan

 
Pasal 12
  1. Pemanfaatan RTHKP mencakup kegiatan pembangunan baru, pemeliharaan, dan pengamanan ruang terbuka hijau.
  2. Pemanfaatan RTHKP publik dikelola oleh Pemerintah Daerah dengan melibatkan para pelaku pembangunan.
  3. RTHKP publik tidak dapat dialihfungsikan.
  4. Pemanfaatan RTHKP publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga ataupun antar pemerintah daerah.
  5. Pemanfaatan RTHKP privat dikelola oleh perseorangan atau lembaga/badan hukum sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
  6. Pemanfaatan RTHKP diperkaya dengan memasukkan berbagai kearifan lokal dalam penataan ruang dan konstruksi bangunan taman yang mencerminkan budaya setempat.

 
Pasal 13
  1. Pemanfaatan RTHKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dan ayat (5), dikembangkan dengan mengisi berbagai macam vegetasi yang disesuaikan dengan ekosistem dan tanaman khas daerah.
  2. Vegetasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan bentuk dan sifat serta peruntukannya, yaitu:
    1. botanis, merupakan campuran jenis pohon ukuran kecil, ukuran sedang, ukuran besar, perdu setengah pohon, perdu, semak dan tanaman penutup tanah/permukaan;
    2. arsitektural, merupakan heterogenitas bentuk tajuk membulat, menyebar, segitiga, bentuk kolom, bentuk tiang, memayung dan menggeliat, serta mempunyai nilai eksotik dari sudut warna bunga, warna daun, buah, tekstur batang, struktur percabangan; dan
    3. tanaman yang dikembangkan tidak membahayakan manusia dan memperhatikan nilai estetika.

 
Bagian Keempat
Pengendalian

 

Pasal 14
(1)    Lingkup pengendalian RTHKP meliputi:
  1. target pencapaian luas minimal;
  2. fungsi dan manfaat;
  3. luas dan lokasi; dan
  4. kesesuaian spesifikasi konstruksi dengan desain teknis.
(2)    Pengendalian RTHKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui perizinan, pemantauan, pelaporan dan penertiban.
(3)    Penebangan pohon di areal RTHKP publik dibatasi secara ketat dan harus seizin Kepala Daerah.

 

 
BAB V
PERANSERTA MASYARAKAT

Pasal 15
  1. Penataan    RTHKP melibatkan peranserta masyarakat,    swasta, lembaga/badan hukum dan/atau perseorangan.
  2. Peranserta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai dari pembangunan visi dan misi, perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian.
  3. Peranserta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dalam proses pengambilan keputusan mengenai penataan RTHKP, kerjasama dalam pengelolaan, kontribusi dalam pemikiran, pembiayaan maupun tenaga fisik untuk pelaksanaan pekerjaan.

 

 
BAB VI
PELAPORAN

 
Pasal 16
  1. Bupati/Walikota melaporkan kegiatan penataan RTHKP kepada Gubernur paling sedikit 1 (satu) tahun sekali dan sewaktu-waktu apabila diperlukan.
  2. Gubernur melaporkan kegiatan penataan RTHKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Dalam Negeri paling sedikit 1 (satu) tahun sekali dan sewaktu-waktu apabila diperlukan.

 

 
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

 
Pasal 17
  1. Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penataan RTHKP.
  2. Gubernur mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan terhadap penataan RTHKP Kabupaten/Kota.
  3. Gubernur DKI Jakarta melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penataan RTHKP.
Pasal 18
Menteri Dalam Negeri mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan terhadap penataan RTHKP secara nasional.

 
Pasal 19
  1. Gubernur dapat memberikan insentif kepada Pemerintah Kabupaten/Kota yang berhasil dalam penataan RTHKP.
  2. Bupati/Walikota dapat memberikan insentif kepada penyelenggara RTHKP privat yang berhasil meningkatkan kualitas dan kuantitas sesuai dengan tujuan RTHKP.
  3. Gubernur DKI Jakarta dapat memberikan insentif kepada penyelenggara RTHKP privat yang berhasil meningkatkan kualitas dan kuantitas sesuai dengan tujuan RTHKP.
  4. Mekanisme, kriteria, bentuk, jenis, dan tatacara pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah.

 

 
BAB VIII
PENDANAAN

 
Pasal 20
  1. Pendanaan penataan RTHKP Provinsi bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi, partisipasi swadaya masyarakat dan/atau swasta, serta sumber pendanaan lainnya yang sah dan tidak mengikat.
  2. Pendanaan penataan RTHKP Kabupaten/Kota bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota, partisipasi swadaya masyarakat dan/atau swasta, serta sumber pendanaan lainnya yang sah dan tidak mengikat.

 

 
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

 
Pasal 21
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, maka Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan beserta Lampirannya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 
Pasal 22
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

 

 
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 11 Januari 2007

 
MENTERI DALAM NEGERI,

 
Ttd

 
H. MOH. MA'RUF, SE

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar