PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 12 TAHUN 2005
TENTANG
PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN
BELANJA PEMILIHAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI,
Menimbang : a. bahwa Pasal 112 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 mengamanatkan biaya kegiatan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
b. bahwa untuk memenuhi asa efisiensi, efektifitas transparansi dan akuntabilitas keuangan darah, diperlukan pedoman pegelolaan dan pertanggungjawaban belanja pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah;
c. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 217 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Menteri
Dalam
Negeri memberikan pedoman dan standar mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, tata laksana, pendanaan, kualitas pengendalian dan pengawasan;
Dalam
Negeri memberikan pedoman dan standar mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, tata laksana, pendanaan, kualitas pengendalian dan pengawasan;
d. bahwa berdasarkna pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hurufa, hurun b, huruf c, perlu menetepkan pedoman pengelolaan dan pertanggungjawaban belanja pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dengan Peraturan
Menteri Dalam
Negeri;
Menteri Dalam
Negeri;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 4286);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara republic Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 4022);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 22, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 4480);
7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2004 tentang Perubahan atras Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 77);
8. Keputusan Menteri
Dalam
Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Darah serta Tata cara Penyusunan Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
Dalam
Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Darah serta Tata cara Penyusunan Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN BELANJA PEMILIHAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri ini yang dimaksud dengan :
1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagi unsure penyelenggara pemerintahan daerah.
2. Daerah Otonom selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil KEpala Daerah secara langkung yang selanjutnya disebut Pilkada atau Pemilihan adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah Provinsi dan/atau Kabupaten/ Kota berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 untuk memilih Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah.
4. Pendanaan adalah semua aktivitas berkaitan dengan pengelolaan sumber pendapatan dan pemanfaatan belanja daerah untuk mencapai tujuan dari kegiatan yang memenuhi prinsip efisiensi, efektivitas, transparansi dan akuntabilitas.
5. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
6. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
7. Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
8. Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
9. Komisi Pemilihan Umum Daerah yang selanjutnya disebut KPUD adalah KPUD sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 yang diberi wewenang khusus untuk menyelenggarakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah di setiap Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota.
10. Panitia Pemilihan Kecamatan,Panitia Pemungutan Suara, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut PPK, PPS, dan KPPS adalah pelaksana pemungutan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah pada tingkat Kecamatan, Desa/Kelurahan, dan Tempat Pemungutan Suara.
11. Panitia Pengawas Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Panwas adalah pengawas pemilihan yang dibentuk oleh DPRD yang melakukan pengawasan terhadap seluruh tahapan pelaksanaan pemilihan.
12. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah kepala Badan/Dinas/Biro/Bagian Keuangan Provinsi, Kabupaten/Kota yang mempunyai tugas mengelola APBD.
BAB II
PENGANGGARAN
Pasal 2
(1) Belanja Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dibebankan pada APBD Provinsi
(2) Belanja Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota dibebankan pada APBD Kabupaten/Kota masing-masing.
Pasal 3
(1) Belanja Pilkada yang dibebankan dalam APBD dialokasikan untuk :
a. belanja pegawai;
b. belanja barang dan jasa;
c. belanja operasi; dan
d. belanja kontinjensi.
(2) Balanja pegawai dianggarokan untuk mendanai honorarium dan uang lembur KPUD, honorarium PPK, PPS, KPPS dan Panwas.
(3) Belanja barang dan jasa dianggarkan untuk mendanai kebutuhan barang dan jasa dalam rangka penyelenggaraan Pilkada.
(4) Belanja operasi dianggarkan untuk mendanai kegiatan sehari-hari untuk kelancaran penyelenggaraan pemilihan yang memberi manfaat dalam jangka pendek.
(5) Belanja kontinjensi dianggarkan untuk mendanai kegiatan yang sangat diperlukan untuk menanggulangi kekurangan belanja barang dan jasa serta belanja operasi, guna menunjang kelancaran penyelenggaraan Pilkada.
Pasal 4
(1) Standar belanja pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) tercantum dalam Lampiran I Peraturan ini.
(2) Standar harga satuan tertinggi atas belanja barang dan jasa serta belanja operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
(3) Penentuan standar harga satuan tertinggi untuk belanja barnag/jasa dan operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) supaya mempertimbangkan azas efisiensi, kepatutan dan kewajaran yang disesuaikan dengan harga yang berlaku setempat.
(4) Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disebarluaskan agar masyarakat/khalayak ramai mengerti/memahami isi dan maksud yang terkandung di dalamnya.
(5) Belanja kontinjensi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (5) paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari nilai belanja barang dan jasa serta belanja operasi.
Pasal 5
(1) KPUD dan Panwas menyusun rencana kegiatan dan anggaran (RKA) Pilkada
(2) Penyusunan RKA Pilkada sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai dengan memperhatikan prinsip efisiensi, efektivitas, transparan dan akuntabel.
Pasal 6
(1) KPU Provinsi menyusun RKA pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur yang mencakup kegiatan dan anggaran belanja KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS dan KPPS di wilayah Provinsi yang bersangkutan.
(2) Panwas Provinsi menyusun RKA Panwas pemilihanGubernur dan Wakil Gubernur yang mencakup kegiatan dan anggaran belanja Panwas Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota dan Panwas Kecamatan di wilayah Provinsi yang bersangkutan.
Pasal 7
(1) KPU Kabupaten/Kota menyusun RKA pemilihan Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota, yang mencakup kegiatan dan anggaran belanja KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS dan KPPS di wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
(2) Panwas Kabupaten/Kota menyusun RKA Panwas pemilihan Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota yang mencakup kegiatan dan anggaran belanja Panwas Kabupaten/Kota dan Panwas Kecamatan di wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Pasal 8
(1) Dalam hal pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur diselenggarakan dalam wakut bersamaan dengan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, maka untuk efisiensi dan efektivitas anggaran, pelaksanaan pemilihan dapat dilakukan dnegan pendanaan bersama.
(2) Pengaturan mengenai pola pendanaan bersama Pilkada sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh Gubernur dan ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 9
(1) Penyusunan RKA KPU Provinsi dan Panwas Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 masing-masing dituangkan dalam format yang tercantum dalam Lampiran II dan Lampiran III Peraturan ini.
(2) Penyusunan RKA KPU Kabupaten/Kota dan Panwas Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 masing-masing dituangkan dalam format yang tercantum dalam Lampiran IV dan Lampiran V peraturan ini.
(3) RKA KPUD diajukan Ketua KPUD dan RKA Panwas diajukan oleh Ketua Panwas kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah dengan tembusan disampaikan kepada DPRD.
(4) RKA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibahas bersama antara Tim Anggaran Eksekutif Daerah dengan KPUD atau Panwas.
(5) Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) untuk menilai kesesuaian dengan rincian kebutuhan belanja,standar harga satuan tertinggi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 serta menilai tingkat kewajaran dan kepatutan antara beban tugas dan belanja yang direncanakan dikaitkan dengans prestasi kerja yang akan dicapai/dihasilkan.
(6) RKA yang telah dibahas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) masing-masing disusun ke dalam rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK) Sekretariat Daerah dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari RASK Sekretariat Daerah yang sewaktu-waktu dapat dijadikan sebagai sumber informasi apabila diperlukan.
Pasal 10
(1) RASK Sekretariat Daerah Provinsi untuk belanja Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (6) terdiri dari RASK untuk belanja KPU Provinsi dan RASK untuk belanja Panwas Provinsi.
(2) RASK Sekretariat Daerah Provinsi untuk belanja KPU Provinsi mencakup kebutuhan belanja KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS dan KPPS di wilayah Provinsi yang bersangkutan.
(3) RASK Sekretariat Daerah Provinsi untuk belanja Panwas Rpovinsi mencakup kebutuhan belanja Panwas Provinsi, Panwas Kabupaten.Kota dan Panwas Kecamatan di wilayah Provinsi yang bersangkutan.
Pasal 11
(1) RASK Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota untuk belanja pemilihan Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (6) terdiri dari RASK untuk belanja KPU Kabupaten/Kota dan RASK untuk belanja Panwas Kabupaten/Kota.
(2) RASK Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota untuk belanja KPU Kabupaten/Kota mencakup kebutuhan belanja untuk KPU Kabupaten/Kota PPK, PPS, dan KPPS di wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
(3) RASK Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota untuk belanja Panwas Kabupaten/Kota mencakup kebutuhan belanja Panwas Kabupaten/Kota dan Panwas Kecamatan di wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Pasal 12
(1) Pencantuman belanja Pilkada dalam RASK Sekretariat Daerah untuk belanja KPUD dan Panwas dirinci menurut kelompok belanja, jenis belanja, obyek belanja, sampai dengan rincian objek belanja sesuai dengan kode rekening berkenaan, sedangkan penjabaran lebih lanjut dari rincian obyek belanja diuraikan pada lampiran RASK.
(2) Format RASK Sekretariat Daerah untuk belanja Pilkada tercantum dalam lampiran VI
Pasal 13
(1) Penganggaran belanja Pilkada dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota dianggarkan pada Sekretariat Daerah sebagai berikut :
a. Uraian jenis belanja : Bantuan Keuangan
b. Uraian obyek belanja : Belanja Pilkada ….. Rp……..
(2) Penganggaran belanja PIlkada dalam rancangan peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota, dianggarkan pada Sekretariat Daerah sebagai berikut :
a. Uraian jenis belanja : Bantuan Keuangan
b. Uraian obyek belanja : Belanja Pilkada……. Rp…….
c. Uraian rincian obyek belanja : 1. Belanja KPUD……. Rp…….
2. Belanja Panwas ….Rp……..
Pasal 14
(1) Dalam hal keterbatasan kemampuan keuangan daerah untuk menyediakan dana Pilkada tidak dapat dibebankan dalam 1 (satu) tahun anggaran, daerah dapat membentuk Dana Cadangan belanja Pilkada
(2) Pembentukanm penganggaran dan pelaksanaan/penatausahaan Dana Cadangan Belanja Pilkada sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB III
PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN
Pasal 15
(1) Sekretaris Daerah menyusun dan menetapkan Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK) Sekretaris Daerah untuk belanja Pilkada setelah Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD ditetapkan.
(2) DASK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tembusannya disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan, KPUD dan Panwas.
(3) DASK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk belanja KPU Provinsi mencakup kebutuhan belanja KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS di wilayah Provinsi yang bersangkutan;
(4) DASK Sekretariat Daerah Provinsi untuk belanja Panwas Provinsi mencakup kebutuhan belanja Panwas Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota dan Panwas Kecamatan di wilayah Provinsi yang bersangkutan.
Pasal 16
(1) DASK Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota untuk belanja Pemilihan BUpati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota terdiri dari DASK untuk belanja KPU Kabupaten/Kota dan DASK untuk belanja Panwas Kabupaten/Kota.
(2) DASK Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota untuk belanja KPU Kabupaten/Kota mencakup kebutuhan belanja untuk KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan.
(3) DASK Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota untuk belanja Panwas Kabupaten/Kota mencakup kebutuhan belanja Panwas Kabupaten/Kota dan Panwas Kecamatan di wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Pasal 17
(1) Pencantuman belanja Pilkada dalam DASK dirinci menurut kelompok belanja, jenis belanja, obyek belanja, sampai dengan rincian objek belanja sesuai dengan kode rekening berkenaan, sedangkan penjabaran lebih lanjut dari rincian obyek belanja diuraikan pada lampiran DASK.
(2) Format DASK Sekretariat Daerah untuk belanja Pilkada tercantum dalam Lampiran VII Peraturan ini.
Pasal 18
DASK Sekretariat Daerah untuk belanja Pilkada merupakan acuan pelaksanaan dan pengendalian belanja Pilkada.
Pasal 19
(1) Untuk tertib pengelolaan belanja Pilkada, Ketua KPUD dan Ketua Panwas dengan keputusan menetapkan bendahara dan atasan langsung bendahara.
(2) Tugas dan tanggung jawab atasan langsung Bendahara KPUD atau Bendahara Panwas meliputi :
a. Melakukan pengendalian terhadap penggunaan anggaran;
b. Melakukan pemeriksaan kas bendahara sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Kas (BAPK); dan
c. Bertanggung jawab kepada Ketua KPUD atau Ketua Panwas.
(3) Tugas dan tanggung jawab Bendahara KPUD atau Bendahara Panwas meliputi :
a. Melaksanakan pembayaran setelah meneliti kelengkapan dan menguji kebenaran perhitungan tagihan serta menguji ketersediaan dana sesuai dengan perintah bayar atasan langsung bendahara;
b. Wajib mengadakan pencatatan/pembukuan secara tertib dan teratur terhadap setiap transaksi penerimaan dan pembayaran;
c. Bertanggung jawab atas isi dan keselamatan kas yang dikelola;
d. Bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang dilaksanakannya;
e. Membuat laporan realisasi penerimaan dan pengeluaran kas/barang; dan
f. Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas kepada atasan langsung bendahara.
(4) Tugas-tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) dicantumkan dalam Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 20
(1) Bendahara KPUD dan Bendahara Panwas tidak diperkenankan melakukan pembayaran atas beban pengeluaran yang tidak tersedia atau tidak cukup tersedia mata anggarannya dalam DASK.
(2) bendahara KPUD dan Bendahara Panwas berhak menolak pembayaran apabila tidak dilengkapi dengan bukti-bukti persyaratan yang lengkap dan sah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 21
(1) Kepala Daerah menetapkan Surat Keputusan Otorisasi (SKO) sebagai dasar pelaksanaan belanja Pilkada yang tercantum dalam DASK.
(2) SKO asli disampaikan kepada Sekretaris Daerah dan salinannya disampaikan kepada Ketua KPUD dan ketua Panwas.
Pasal 22
Pengadaan barang/jasa untuk pelaksanaan belanja Pilkada berpedoman pada ketentuan peraturan perundang -undangan.
Pasal 23
(1) Ketua KPUD atau ketua Panwas mengajukan surat permintaan dana untuk pengisian kas Bendahara KPUD dan/atau kas Bendahara Panwas kepada Sekretaris Daerah melalui Bendahara Sekretaris Daerah.
(2) Surat permintaan dana untuk pengisian kas tahap pertama paling tinggi 15% (lima belas persen) dari rencana kebutuhan pengeluaran yang dianggarkan dalam DASK.
(3) Berdasarkan surat permintaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bendahara Sekretaris Daerah mengajukan SPP-PK kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah untuk menerbitkan SPM-PK.
(4) Pejabat pengelola keuangan daerah menerbitkan SPM-PK tahap pertama paling lambat 2 (dua) hari kerja terhitung sejak diterimanya SPP-PK yang diajukan oleh bendahara Sekretaris Daerah.
(5) SPM-PK asli yang diterbitkan sebagaimana dimaksud pada yat (4) disampaikan kepada Bendahara Sekretariat Daerah dengan tembusan kepada Ketua KPUD atau Ketua Panwas.
(6) Bendahara Sekretariat Derah mengajukan SPM-PK kepada BUD untuk menerbitkan bilyet giro atas nama Bendahara Sekretariat Daerah.
(7) Bendahara Sekretariat Daerah selanjutnya meminta kepada bank yang ditunjuk agar bilyet giro yang akan ditunaikan, ditransfer dan dipindahbukukan ke rekening bendahara KPUD dan Bendahara Panwas.
Pasal 24
(1) Bendahara KPUD dan Bendahara Panwas melakukan pembayaran berdasarkan persetujuan atasan langsung masing-masing bendahara.
(2) Bendahara KPUD dan Bendahara Panwas tidak diperkenankan membuka rekening bank atas nama pribadi atau atas nama orang lain.
(3) Pembukaan rekening bank atas nama Bendahara KPUD dan Bendahara Panwas ditetapkan dengan surat keputusan Ketua KPUD atau Ketua Panwas.
(4) Bendahara KPUD dan Bendahara Panwas sebagai wajib pungut pajak menyetorkan seluruh hasil penerimaan pemotongan pajak ke rekening Kas Negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(5) Bendahara KPUD dan Bendahara Panwas sebagai wajib pungut panjak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus memperoleh NPWP dari kantor pelayanan pajak setempat.
(6) Bendahara KPUD dan Bendahara Panwas wajib menyetorkan ke kas daerah atas penerimaan komisi, rabat dari pembayaran atau pengadaan barang atau jasa dan penerimaan bunga dan/atau jasa giro atau nama lain sebagia akibat dari penempatan uang pada Bank.
Pasal 25
(1) Ketua KPUD atau Ketua Panwas mengajukan surat permintaan dana untuk pengisian kas tahap berikutnya kepada Bendahara Sekretariat Daerah paling tinggi sebesar uang yang telah dipertanggungjawabkan berdasarkan permintaan dana untuk pengisian kas sebelumnya.
(2) Pengajuan surat permintaan dana untuk pengisian kas tahap berikutnya wajib dilampirkan dengan bukti-bukti pengeluaran yang sah atas beban pengisian kas sebelumnya,
(3) Atas dasar permintaan dana tersebut pada ayat (2), bendahara Sekretariat Daerah mengajukan SPP-PK berikut bukti-bukti pengeluaran yang sah atas beban SPM-PK sebelumnya kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah.
(4) Penerbiatan SPM-PK atas nama Bendahara Skeretariat Daerah tahap berikutnya dilakukan setelah bukti-bukti pengeluaran atas beban SPM-PK sebelumnya diverifikasi dan dinyatakan sah oleh fungsi verifikasi pada Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah.
(5) Penerbitan SPM-PK tahap berikutnya paling lambat 4(empat) hari kerja terhitung sejak SPP-PK diterima oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah.
(6) Penerbitan SPM-PK, biyet giro, transfer dan pemindahbukuan ke rekening Bendahara KPUD dan bendahara Panwas atas permintaan dana tahap berikutnya berlaku ketentuan dalam Pasal 23 pada ayat (5), ayat (6) dan ayat (7).
(7) Pada akhir pelaksanaan kegiatan, Kepala Satuan kerja Pengelola Keuangan Daerah menerbitkan SPM-Nihil atas pengeluaran sebelumnya sebagai pengganti uang pengisian kas yang sudah dipertanggungjawabkan oleh Bendahara KPUD dan bendahara Panwas.
Pasal 26
(1) Untuk keperluan pembayaran tunai sehari-hari, uang persedian pada Bendahara KPUD dan Bendahara Panwas paling tinggi Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(2) Uang persedian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk untuk keperluan belanja honorarium dan perjalanan dinas.
Pasal 27
(1) Untuk pembayaran kewajiban berdasarkan tagihan/permintaan pembayaran yang diajukan oleh pihak ketiga, Ketua KPUD menyampaikan surat permintaan dana kepada Sekretaris Daerah melalui Bendahara Sekretariat Daerah.
(2) Tagihan/permintaan pembayaran pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan/bukti pembayaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Setelah kelengkapan dan persyaratan/bukti pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, Bendahara Sekretariat Daerah paling lambat 4 (empat) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan dana dari Ketua KPUD, mengajukan permintaan penerbitan SPM-BT kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah.
(4) Penerbitan SPM-BT oleh Pejabatn Pengelola Keuangan Daerah dilakukan setelah persyaratan/bukti pembayaran diverifikasi dan dinyatakan sah oleh fungsi perbendaharana pada Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah.
(5) SPM-BT yang diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada pihak ketiga yang berhak atau yang diberi kuasa untuk menerima SPM-BT dengan tembusan kepada Ketua KPUD.
Pasal 28
(1) Pihak Ketiga yang berhak atau yang dikuasakan, menyerahkan SPM-BT kepada BUD untuk diterbitkan biyet giro atas nama yang bersangkutan.
(2) Berdasarkan biyet giro yang diajukan oleh pihak ketiga yang berhak atau yang dikuasakan ke bank yang ditunjuk, BUD memindahbukukan ke rekening bank atas nama pihak ketiga yang berhak.
(3) Besarnya pembayaran beban tetap yang diterima oleh pihak ketiga setalah diperhitungkan beban pajak yang dikenakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 29
Apabila sampai dengan berakhirnya kegiatan pelaksanaan Pilkada masih terdapat sisa dana APBD pada Bendahara KPUD atau Bendahara Pengawas wajib disetor sepenuhnya ke Kas Daerah.
BAB IV
PERTANGGUNGJAWABAN
Pasal 30
Ketua KPUD dan Ketua Panwas secara administrative menyampaikan laporan penggunaan belanja Pilkada kepada Kepala Daerah pada setiap pengajuan permintaan dana PIlkada.
Pasal 31
(1) Ketua KPUD dan Ketua Panwas menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana Pilkada kepada DPRD paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak semua tahapan pelaksanaan Pilkada berakhir dengan tembusan kepada Kepala Daerah.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setelah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan/atau aparat pengawas fungsional lainnya.
Pasal 32
Sisa barang persedian Pilkada yang pengadaannya bersumber dari dana APBD diserahi kembali oleh KPUD dan/atau Panws kepada Pemerintah Daerah paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak pelaksanaan PIlkada berakhir dengan dilengkapi berita acara serah terima.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 33
(1) Pendanaan kegiatan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diselenggarakan pada tahun 2005 dibebankan pada APBN dan APBD.
(2) Dana yang bersumber dari APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk bantuan pemerintah kepada pemerintah daerah.
(3) Bantuan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pengganti atas sebagian pendanaan Pilkada yang telah dianggarkan dalam APBD yang akan disalurkan langsung ke Kas Daerah.
(4) Sambil menunggu ditetapkannya alokasi bantuan dana Pilkada bersumber dari APBN, Pemerintah Daerah wajib menganggarkan terlebih dahulu secara keseluruhan kebutuhan belanja Pilkada dalam masing-masing APBD Tahun 2005.
(5) Bantuan dana Pilkada bersumber APBN sebagai pengganti atas sebagian pendanaan Pilkada yang dianggarkan dalam APBD Tahun 2005 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dianggarkan dalam APBD pada Kelompok Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah dengan uraian jenis pendapatan "Bantuan Dana Pilkada dari APBN" sesuai dengan kode rekening berkenaan.
Pasal 34
(1) Bagi Daerah yang belum menetapkan Peraturan Daerah tentang APBD Tahun 2005, dengan Peraturan Kepala Daerah dapat menetapkan DASK sebagai dasar pengeluaran belanja Pilkada untuk selanjutnya ditampung dalam
Peraturan Daerah tentang APBD Tahun 2005.
Peraturan Daerah tentang APBD Tahun 2005.
(2) Dalam hal Daerah belum menganggarkan atau telah menganggarkan belanja Pilkada dalam APBD Tahun 2005 akan tetapi belum sesuai dengan kebutuhan, dapat menyediakan/menyesuaikan anggaran mendahului Perubahan APBD Tahun 2005 dengan cara mengubah Peraturan kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Tahun 2005 sebagai dasar pelaksanaan, untuk kemudian ditampung dalam
Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD Tahun 2005.
Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD Tahun 2005.
(3) Penyediaan/penyesuaian anggaran Pilkada sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan penghematan, pergeseran anggaran atau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar